Loading...

Ketika Rasa Paling Benar Menjadi Cermin yang Mengaburkan Diri Sendiri

12 Desember 2025
Author : admin
Bagikan

Nearly all men can stand adversity, but if you want to test a man’s character, give him power.” — Abraham Lincoln

 

Dalam banyak kisah yang mengisi budaya populer dari tokoh mitologi hingga pahlawan super kita kerap melihat sosok yang serba tahu, serba bisa, dan hampir tidak pernah salah. Gambaran tentang kekuatan absolut ini begitu mengakar, sampai-sampai di dunia nyata kita sering menjumpai perilaku yang seolah berasal dari panggung yang sama: keyakinan bahwa diri selalu benar, tidak tersentuh kritik, dan berada di atas orang lain.

 

Dalam psikologi, pola seperti itu dikenal sebagai God Complex. Bukan diagnosis resmi, bukan pula istilah untuk menakut-nakuti. Ini hanyalah konsep yang membantu menjelaskan dinamika psikologis ketika seseorang memiliki kepercayaan berlebihan terhadap kemampuan dan otoritas dirinya. Fenomena ini dapat muncul dalam hubungan, pekerjaan, hingga interaksi sosial sehari-hari, seringkali tanpa disadari oleh orang yang melakukannya.

 

Ketika “Aku Tahu yang Terbaik” Menjadi Identitas

God Complex berakar pada keyakinan bahwa diri tidak mungkin salah. Orang dengan pola ini mungkin tampak percaya diri dan tegas, tetapi jika digali lebih dalam, ada kecenderungan untuk:

  • Menganggap pendapatnya lebih valid daripada orang lain.

  • Sulit menerima kritik, bahkan yang konstruktif.

  • Mengendalikan situasi atau orang lain demi mempertahankan otoritas.

  • Mengabaikan batas dan kebutuhan orang di sekitarnya.

  • Merasionalisasi kesalahan atau menyalahkan faktor eksternal.

Di permukaan, perilaku ini tampak seperti ketegasan atau ambisi. Namun, dari sudut pandang psikologi, pola tersebut seringkali merupakan mekanisme pertahanan cara seseorang menjaga citra diri agar tidak terlihat rentan, tidak cukup, atau tidak mampu.




Dari Mana Keyakinan Superior Itu Berasal?

Tidak ada satu penyebab tunggal, tetapi beberapa dinamika berikut sering menjadi pemicu:

  • Pengalaman masa kecil yang dipenuhi pujian berlebih tanpa keseimbangan tanggung jawab.

  • Lingkungan yang menormalisasi kekuasaan, seperti karier tertentu yang memberi posisi dominan.

  • Rasa tidak berdaya yang pernah dialami, lalu ditutupi dengan persona kuat dan tak tersentuh.

  • Kurangnya validasi emosional sehingga self-worth dibangun dari kontrol dan dominasi.

  • Pola narsistik, di mana harga diri sangat bergantung pada pengagungan diri.

Bagi sebagian orang, superioritas menjadi “baju zirah” pelindung dari rasa takut terlihat kecil.

 

Ketika Superioritas Menjadi Penghalang Koneksi

Perilaku yang tampak penuh percaya diri ini sering membawa konsekuensi jangka panjang, misalnya:

  • Relasi yang tegang karena orang lain merasa tidak didengar atau diremehkan.

  • Kesulitan bekerja sama karena cenderung mengabaikan masukan.

  • Konflik yang berulang akibat ketidakmauan mengakui kesalahan.

  • Pengasingan sosial, bukan karena orang menjauhi, tetapi karena tidak ada ruang untuk kesetaraan.

Dalam konteks psikologi, God Complex bukan tentang sifat buruk, melainkan pola yang tanpa disadari menghalangi seseorang untuk tumbuh. Sebab, belajar membutuhkan kerendahan hati; hubungan membutuhkan kerentanan; dan hidup membutuhkan ruang untuk salah.

 

Belajar Menghadapi Dunia Tanpa Mesti Menjadi Maha Benar

Menjalani hidup dengan keyakinan bahwa diri tidak pernah salah mungkin membuat seseorang tampak kuat, tetapi sejatinya itu bentuk ketegangan batin yang melelahkan. Proses tumbuh biasanya melibatkan hal-hal berikut:

  • Memberi ruang pada perspektif orang lain, bukan sekadar mendengarnya.

  • Menerima bahwa kritik bukan ancaman, melainkan bagian dari kehidupan yang sehat.

  • Melepas kebutuhan untuk selalu unggul, dan mulai membiarkan orang lain mengambil peran.

  • Mengakui batas manusiawi, tanpa merasa nilai diri berkurang.

Bahkan pemimpin hebat pun bertumbuh bukan karena selalu benar, melainkan karena mau belajar dan mau mendengarkan.

 

Assessment Indonesia adalah biro psikologi resmi yang menjadi pusat asesmen psikologi terpercaya, serta vendor psikotes terbaik di Indonesia.

 

Referensi : 

Bottaro, Angelica. “What Does It Mean to Have a God Complex?” Verywell Health, 4 Apr. 2025, www.verywellhealth.com/god-complex-7965260.

Cuncic, Arlin. “What Is a God Complex?” Verywell Mind, 27 Feb. 2023, www.verywellmind.com/what-is-a-god-complex-7112056.

Souther, Raleigh . “Understanding the Psychology behind a God Complex.” San Jose Mental Health - Mental Health Experts, 17 July 2025, sanjosementalhealth.org/mental-health/unraveling-the-depths-of-a-god-complex/.

Bagikan
Masalah Psikologi

Temukan Solusi Psikologis Anda Hari Ini

Lihat layanan psikologi kami atau Anda dapat menghubungi kami