Loading...

Mengurai Lembut Fenomena Imposter Syndrome

11 Desember 2025
Author : admin
Bagikan

Ada momen ketika seseorang berdiri di tengah sorak-sorai keberhasilan namun hatinya berbisik pelan, “Aku sebenarnya tidak layak. Semua ini hanya kebetulan.” Perasaan itu hening, tapi menusuk. Subtil, tapi melelahkan. Dalam psikologi, pengalaman seperti ini dikenal sebagai Imposter Syndrome. Ini bukan diagnosis, bukan gangguan mental, bukan pula label yang harus ditempelkan. Ia hanyalah istilah untuk menggambarkan dinamika batin yang banyak dialami orang-orang kompeten, sering kali justru mereka yang paling berprestasi.

 

Apa Itu Imposter Syndrome?

Imposter Syndrome merujuk pada perasaan tidak pantas atas pencapaian diri meski bukti kemampuan sudah jelas di depan mata. Orang yang mengalaminya kerap merasa “penipu,” takut suatu hari akan “ketahuan” bahwa dirinya tidak sepintar atau semampu itu.

 

Fenomena ini pertama kali digambarkan oleh Suzanne Imes dan Pauline Rose Clance pada akhir 1970-an. Awalnya ditemukan pada perempuan berprestasi, namun kini dipahami sebagai pengalaman lintas gender dan lintas profesi. Yang menarik, justru mereka yang paling kompeten sering terjebak dalam pola ini.

 

Mengapa Ia Terjadi?

Belum ada satu jawaban pasti. 

Namun psikologi modern menyebut beberapa faktor yang dapat berperan:

  1. Lingkungan Bertekanan Tinggi: Dunia akademik dan profesional sering menuntut pencapaian berlapis-lapis. Ekspektasi yang terus naik membuat keberhasilan terasa seperti “kebetulan”.

  2. Pola Perfeksionisme: Ketika standar diri terlalu tinggi, setiap capaian terasa tidak cukup. Sekecil apa pun kekurangan terasa seperti bukti “ketidakmampuan”.

  3. Kurangnya Ruang untuk Mengakui Diri: Banyak orang tumbuh tanpa terbiasa merayakan pencapaian kecil. Akibatnya, sukses terasa asing.

  4. Pengalaman Sosial dan Budaya: Marginalisasi, stereotipe, atau pola asuh tertentu dapat membuat seseorang lebih rentan meragukan kemampuannya.

Bagaimana Rasanya?

Pengalaman Imposter Syndrome dapat muncul secara halus dan berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa dinamika umum yang sering dibicarakan psikolog antara lain:

  • Sulit merasakan bangga meski hasil kerja sangat baik

  • Meremehkan keberhasilan pribadi dan menganggapnya “kebetulan”

  • Takut gagal secara berlebihan

  • Terlalu keras pada diri sendiri

  • Menghindari tantangan karena takut “ketahuan” tidak cukup mampu

  • Membandingkan diri terus-menerus dengan orang lain

  • Sensitif terhadap kritik, bahkan kritik konstruktif

Namun penting diingat: mengalami sebagian dari ini tidak otomatis berarti seseorang memiliki Imposter Syndrome. Banyak dari gejala ini merupakan bagian normal dari menjadi manusia—terutama di lingkungan yang menuntut banyak.

 

Dampaknya dalam Kehidupan

Fenomena ini tidak hanya muncul di tempat kerja. Ia dapat memengaruhi hubungan, proses belajar, hingga cara seseorang mengambil keputusan. Bagi sebagian orang, perasaan ini:

  • menunda langkah penting,

  • menurunkan kepercayaan diri,

  • atau menyebabkan pola kerja berlebihan untuk “membuktikan diri.”

Pada orang lain, fenomena ini justru membuat mereka mencapai hal besar—namun dengan beban emosional yang tidak terlihat.

 

Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Imposter Syndrome bukan tentang kelemahan atau ketidakmampuan. Justru, ia sering muncul pada orang-orang yang sangat reflektif mereka yang benar-benar peduli dengan kualitas diri.

 

Beberapa hal yang disarankan dalam psikologi:

  • mengenali pola pikir perfeksionis,

  • belajar menampung pujian dengan lebih sehat,

  • menyadari bahwa perasaan tidak selalu mencerminkan fakta,

  • dan membangun relasi yang aman untuk berbagi pengalaman.

Tidak ada solusi instan.  Yang ada adalah proses pelan-pelan menerima bahwa keberhasilan juga pantas dirasakan.

 

Imposter Syndrome mengingatkan kita bahwa pencapaian sering kali tampak besar dari luar, namun dunia dalam seseorang bisa terasa rapuh. Dalam ruang yang hangat, reflektif, dan tanpa penghakiman, kita bisa belajar bahwa keberhasilan bukanlah kebetulan. Ia adalah hasil upaya, dedikasi, perjalanan, termasuk perjalanan menghadapi keraguan diri yang sangat manusiawi itu.

 

Assessment Indonesia adalah biro psikologi resmi yang menjadi pusat asesmen psikologi terpercaya, serta vendor psikotes terbaik di Indonesia.

 

Referensi : 

Clance, Pauline Rose, and Suzanne Ament Imes. “The Imposter Phenomenon in High Achieving Women: Dynamics and Therapeutic Intervention.” Psychotherapy: Theory, Research & Practice, vol. 15, no. 3, 1978, pp. 241–247, https://doi.org/10.1037/h0086006.

Huecker, Martin R., et al. “Imposter Phenomenon.” National Library of Medicine, StatPearls Publishing, 31 July 2023, www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK585058/.

Bagikan
Masalah Psikologi

Temukan Solusi Psikologis Anda Hari Ini

Lihat layanan psikologi kami atau Anda dapat menghubungi kami